Audio

Saturday, August 29, 2015

The Last Chance || CHAP 2 [END] || TWOSHOOT FANFIC

Title       : The Last Chance
Author   : Black Ave
Genre     : Romance, Hurt/Comfort, Angst
Cast        : BTS Member
Pair        : KookMin
Rate       : T
Sumarry : Jika nyawaku bisa mengembalikan kebersamaan kita, aku rela asal kita bisa bersama walau hanya untuk sehari saja.



~Happy Reading~







~Don't Like Don't Read~










"A-appa.. aku tidak akan menolak. Kelulusanku juga tidak lama lagi bukan. Jika itu mau appa, aku terima. Aku tidak bisa berbuat apa-apa. Tapi izinkan aku bertemu Jungkook 2 hari ini saja. Aku tidak akan menginap, aku akan pulang sebelum jam 10 malam. Aku janji itu appa. Kumohon, izinkan aku, membuat... kenangan terakhir yang indah.. bersama Jungkook. Hanya untuk terakhir kalinya." Jimin memejamkan matanya. Perasaannya sangat sakit ketika mengucapkan kata demi kata yang ia lontarkan. Tak terasa air matanya mengalir di pipinya. Ia jatuh bersimpuh di hadapan sang appa.

Sang eomma maupun Hyeri ikut terharu mendengar kata-kata Jimin, mereka benar-benar merasakan perasaan Jimin. Sang eomma menatap sang appa, berharap sang appa mengizinkannya. Sang appa terdiam. Istri bahkan anak bungsunya berharap agar ia mengizinkan. Melihat keadaan sang anak sulungnya pun ia menjadi iba dan sedih.

Ia menyuruh Jimin untuk berdiri. Sang appa memegang bahu Jimin. "Appa mengizinkanmu. Tapi, sekarang kau istirahatlah dulu. Maafkan keputusan appa ini. Appa tidak bisa mengubah keputusan appa, nak. Ini demi kebaikanmu." Jimin hanya mengangguk. Ia berjalan ke kamarnya, dan beristirahat. Disatu sisi ia masih berharap bahwa kejadian hari ini hanyalah mimpi belaka. Sayangnya, inilah kenyataan pahit yang harus ia dan Jungkook hadapi.


~^The Last Chance^~


Beruntung hari ini Jimin tidak ada jadwal kuliah, dan sekolah Jungkook pun libur. Di hari sabtu cerah ini, Jimin mengajak Jungkook bertemu di taman tempat pertama kali mereka menjalin hubungan sebagai sepasang kekasih. Jimin duduk dibawah pohon sambil menunggu Jungkook datang.

Tiba-tiba pandangannya menjadi gelap. Ia tak dapat melihat apapun. "Kookie~ apaan sih? Ayo buka," Jimin mempoutkan bibirnya. Ia sudah tau siapa yang melakukan itu semua. Ia mendengar suara kekehan yang familiar. Orang asing -yang sudah ia pastikan itu Jungkook- melepaskan tangannya dari mata Jimin.

"Bagaimana kau tau?" Jungkook duduk di samping Jimin. Jimin mengalihkan pandangannya.

"Aku sudah hafal bodoh!" kata Jimin dengan nada jutek. Jungkook tertawa keras melihat ekspresi Jimin yang begitu menggemaskan menurutnya.

"Jadi.. apa yang terjadi kemarin malam?" tanya Jungkook sambil memandang lurus ke arah anak-anak yang sedang bermain di taman. Jimin menunduk, seketika raut wajahnya berubah. Jungkook menoleh kearah Jimin. Ia tau apa yang terjadi. "Ya sudah, jangan di ingat ne, chagi." Jungkook merangkul Jimin, mengusap-usap bahu namja manis itu.

Jimin mendongakkan wajahnya. "Kau tau?" tanya Jimin sambil menatap Jungkook. Jungkook hanya mengangguk dan tersenyum pahit. Jimin menunduk. "Aku di beri waktu 2 hari untuk bersamamu di saat-saat terakhir kita. Setelah itu aku akan fokus kuliah, lalu ketika lulus aku akan pindah ke luar negeri." ujar Jimin.

"Tidak apa-apa. Aku mengerti. Mungkin kita memang seharusnya berpisah." Jimin menatap Jungkook seakan ingin protes. Tapi, ia sadar. Perkataan Jungkook memanglah benar.

"Ayo kita bersenang-senang. Mari kita buat kenangan terakhir yang terindah." Jimin mencoba tersenyum, walau jelas terlihat ia memaksakan senyumnya. Jungkook terkekeh pelan.

"Ayo, mari habiskan waktu di Lotte World. Bagaimana?" usul Jungkook yang di balas anggukan antusias oleh Jimin.

~^The Last Chance^~

Berbagai wahana telah di coba, hingga akhirnya berhentilah mereka disini. Disebuah cafe minimalis tapi terkesan santai, dan cocok untuk menghabiskan waktu bersama orang tersayang. Berbagai macam benda-benda mereka beli dan dapatkan dari berbagai permainan yang ada.

"Habis ini mau pulang atau mau jalan-jalan dulu?" Jungkook menatap Jimin yang tengah menghabiskan cangkir machiato ke-3nya. Jimin nampak berpikir hingga sebuah senyuman terukir di wajahnya.

"Ayo ke taman tadi lagi sampai malam. Lalu, kita pulang!"

"Baiklah, ayo kita berangkat."


~^The Last Chance^~


Jimin dan Jungkook terlihat duduk di bawah pohon, tanpa alas apa pun. Menatap langit senja, yang berwarna oranye keemasan. Menikmati hembusan angin sepoi-sepoi yang membelai rambut dan pipi mereka. Bertautan tangan sambil menikmati moment tenang yang terkesan romantis. Tak ada sepatah kata pun yang terlontar dari bibir mereka. Mereka saling asik dengan pikiran masing-masing.

Perlahan demi perlahan, matahari mulai menyembunyikan sinarnya. Berganti dengan sang rembulan yang akan menghiasi langit. Bersama dengan tenggelamnya matahari, Jimin menoleh ke arah Jungkook.

"Kookie, ayo pulang. Matahari sudah terbenam." Jungkook menoleh, ia mengangguk dan berdiri. Ia mengulurkan tangannya untuk membantu Jimin berdiri. Mereka berjalan beriringan. Tak lupa tangan mereka saling bertautan. Menggenggam erat seakan-akan takut jika genggaman itu terlepas dan mereka terpisah. Terpencar begitu jauh. Dibatasi oleh ruang dan waktu.

Walau pada akhirnya ketakutan mereka itu menjadi nyata. Tak terasa setelah lama mereka berjalan, sampailah mereka di depan kediaman keluarga Park. Rumah yang terlihat tidak terlalu besar, dengan desain perpaduan antara masa Eropa kuno dan modern.

"Eum, Kookie. Aku pulang dulu ne. Gomawo untuk hari ini. Hati-hati di jalan." Jimin tersenyum, ia menghampiri Jungkook dan mengecup pipinya.

"Ne, masuklah." setelah melihat Jimin menghilang di balik pintu rumahnya, Jungkook berjalan kearah sebaliknya. Berjalan pulang menuju apartment sunyi, dengan penuh kenangan di dalamnya.

~^The Last Chance^~

Jungkook menggeliat, sinar matahari masuk dari gorden jendela yang terbuka lebar. Ia mengerjapkan matanya, membiasakan matanya dari biasan cahaya yang masuk. Setelah ia sadar penuh, ia merasakan pelukan hangat, dan dengkuran halus. Ia melihat sang kekasih, Jimin memeluknya erat. Mungkin namja itu ingin membangunkannya tapi malah tertidur disampingnya.

Jungkook mengelus rambut Jimin perlahan, menyibak poni yang menghalanginya menatap wajah manis dan damai Jimin ketika namja itu tertidur. Jimin mengerang pelan, tanda bahwa ia terbangun dari tidur lelapnya.

"Eung? Kookie sudah bangun?" Jimin mengubah posisinya menjadi duduk, dan mengucek matanya. Jungkook tersenyum dan mengangguk. "Kookie, Kookie~ kita habiskan waktu di apartmentmu seharian ya~" ujar Jimin sambil tersenyum manis.

"Baiklah, Minnie. Ayo kita sarapan dulu." ujar Jungkook lembut. Ketika Jungkook akan beranjak dari tempat tidurnya, sebuah tangan menahan lengannya.

"Minnie yang buat sarapannya ne~" Jungkook hanya terkekeh dan mengangguk. Ia menyusul Jimin yang sudah pergi terlebih dahulu menuju dapur. Jungkook menatap punggung Jimin. Melihat namja itu sibuk membuat sarapan untuk mereka.

Tak lama kemudian..

"Tadaaa~ omelette buatan Minnie, spesial untuk Kookie!" Jungkook menatap omelette buatan Jimin. Ia tidak peduli bagaimana rasanya, dengan cepat ia langsung menyambar sepiring omelette itu dan memakannya. Jimin duduk di hadapan Jungkook menunggu jawaban Jungkook tentang masakannya.

"Whoaa~ ini sangat lah lezat. Aku suka ini." Jungkook memakan omelette itu dengan lahap. Jimin tersenyum senang lalu ia pun mulai memakan omelette buatannya itu. Tiba-tiba ia terdiam.

"Kookie, mengapa tidak jujur saja? Ini terlalu asin, bagaimana kau bilang ini lezat?" air mata Jimin hampir menuruni kedua pipinya. Jungkook menatap Jimin.

"Kau telah susah payah membuat ini, dan aku tau kau membuat ini penuh perasaan, kasih sayang. Aku tidak mau membuat hatimu sedih. Lagi pula, aku kan suka makanan yang asin." ujar Jungkook. Jimin hanya diam tanpa memberi respon apapun. Jungkook menghela nafasnya. "Sudah tidak apa-apa kok sayang. Aku memang menyukainya, walau ini sangat asin. Aku menghargai usahamu, lagi pula ini memang enak. Aku jujur kok." ucap Jungkook.

Jimin menatap Jungkook dengan mata berbinar. "Benarkah? Baguslah kau tidak membenci masakanku yang tidak enak ini." Jimin mempoutkan bibirnya. Jungkook terkekeh dan menggeleng.

"Tidak sayang, itu tidak akan terjadi."
"Ya sudah, mari cepat selesaikan acara makan ini." Jimin mendengus kesal. Jungkook terkekeh dan hanya menurut pada Jimin.

~^The Last Chance^~

Berjam-jam mereka habiskan waktu tanpa melakukan hal yang berarti. Menonton TV, bermain kejar-kejaran, dan berbagai hal lainnya mereka lakukan. Hingga malam pun telah tiba. Jimin dan Jungkook hanya berdiam diri di kamar, tiduran sambil memeluk satu sama lain.

"Masih belum ngantuk hm?" Jungkook mengelus rambut Jimin, sambil menatap Jimin. Jimin menggeleng pelan. Jungkook terus menatap Jimin, "Terus apa yang ingin kita lakukan sekarang?"
Jimin menatap Jungkook.

"Mau di manjain, Kookie~" Jimin menatap Jungkook dengan wajah polosnya. Jungkook terkekeh sambil tetap mengelus rambut Jimin.

"Memangnya ini belum termasuk manjain, hm?"
"Termasuk kok~"
"Lalu, ingin di manjain seperti apa?"
"Ingin di cium-cium.. lalu dinyanyikan, di elus rambutnya, dan di tepuk-tepuk."
"Aigoo manjanya~" Jungkook memeluk Jimin sambil menciumi pipi Jimin. "Ingin di nyanyikan lagu apa, hm?"
"Lagu... Di Ujung Jalan." Jungkook mengernyitkan dahinya. Ia pun duduk dan mengambil smartphonenya. Mengetikkan kata-kata dengan lincah di atas keypad dan mencari lagu yang di maksudkan Jimin.
Jimin menunggu dengan sabar, akhirnya Jungkook menemukan lagu yang di maksud oleh Jimin.

Tuhan kembalikan segalanya tentang dia seperti sedia kala
Izinkan aku tuk memeluknya mungkin tuk terakhir kali
Agar aku dapat merasakan cinta ini selamanya

Ketika malam telah tiba
Aku menyadari kau takkan kembali...


Jimin tersenyum senang. Ia memeluk Jungkook. Selama beberapa saat Jungkook mencari arti dari lagu itu. Membaca dengan seksama, perasaannya terasa sakit begitu mengetahui arti lagu itu.

"Minnie kenapa? Sedang sedih?" tanya Jungkook.
Jimin mengangguk. Ia menundukkan kepalanya. "Iya.. sedih..."
"Ada masalah apa Minnie?"
"Lagu itu.. mengingatkan Minnie, kalau nanti Minnie bakal kehilangan Kookie. Mau bagaimana pun Minnie minta, Kookie tidak akan kembali."
Perasaan sakit menghujani hati Jungkook mendengar perkataan Jimin. Bagaimana pun ia harus tetap terlihat tegar. Jungkook memegang bahu Jimin.
"Jika takdir menginginkan kita berpisah, apa yang bisa kita lakukan? Jikalau kita berjodoh, apa pun masalahnya kita pasti bisa kembali seperti semula." Jimin menggelengkan kepalanya perlahan.
"Tetap saja itu tidak mungkin. Bagaimana pun caranya itu tidak mungkin, Kookie."
"Jangan katakan tidak mungkin. Di dunia ini tidak ada yang tidak mungkin. Jika kita di takdirkan bersama, walau telah terpisah berpuluh tahun pun, kita pasti bisa kembali. Kembali seperti sekarang ini." Jimin terdiam. Jungkook memeluk Jimin erat. Perasaannya semakin berat. Ia semakin tak mampu melepas Jimin.

"Sudah ya, chagi. Jangan sedih lagi." Jungkook mengelus punggung Jimin. Jimin mengangguk pelan.
"Ya sudah, ayo kita tidur Kookie." dengan posisi yang sama mereka berbaring. Tanpa melepas pelukan antar satu sama lain.

Sungguh, ia masih belum siap jika esok ia sudah tak bisa melihat senyum manis Jimin di pagi hari yang selalu membangunkannya. Tawa ceria nya, sifat menggemaskannya. Jungkook tidak siap. Jungkook menatap wajah Jimin yang sudah terlelap. Esok, ia tak akan melihat wajah itu lagi.

Esok, hubungan mereka akan berakhir. Ia berharap jika ia dapat memutar balikkan waktu. Mendapat satu kesempatan terakhir. Dimana ia benar-benar siap untuk melepas Jimin.


~^The Last Chance^~

Sinar mentari pagi masuk menerangi kamar Jungkook. Ia pun terbangun dari tidur lelapnya. Ia tak menemukan sosok sang kekasih. Yang ia temui hanya sepucuk surat di nakasnya. Jungkook membaca surat itu dengan seksama.


Dear, My Love Kookie
Thank you, buat 2 hari terakhir kita.
Aku sangat bahagia. Kau telah memberi kenangan yang begitu indah.
Aku tak yakin aku dapat melupakanmu dengan mudah.
Haha, kau tau kan aku ini bagaimana.
Maafkan aku yang langsung pergi. Aku bahkan tak sempat mengucapkan salam perpisahan secara langsung.
Orang tuaku, sudah menjemputku sebelum kau bangun.
Maafkan aku, aku gagal mempertahankan hubungan kita.
Maafkan aku, yang mungkin sering membuatmu jengkel.
Tapi, bolehkah kuminta satu hal padamu?
Jika kau menemukan penggantiku, jangan lupakan aku.
Jangan lupakan aku, tapi jangan jadikan kenangan kita beban untukmu, membuatmu sulit mencari penggantiku.
Dari sini aku akan selalu memperhatikanmu, mendoakanmu dari jauh.
Thank you for all, Kookie.
Goodbye My Love

With Love,
From : Jiminnie

Jungkook terdiam. Perlahan, bulir air mata mengalir. Ia meremas kuat kertas surat itu hingga tidak berbentuk.

"Arrgghh!!!" Jungkook mengacak semua barangnya. Melemparnya ke segala arah. Ia jatuh terduduk di kasurnya. Pandangannya kosong. Ia mengambil handphonenya dan menghubungi orang terdekatnya.

~^Restore Time^~

"Kook, kau yakin? Kemungkinan dia meminta jaminan yang besar." ucap Yoongi khawatir. Ia tak tau apa yang akan di korbankan Jungkook demi mengembalikan waktu, agar dapat bersama Jimin sekali lagi. Walau bertemu hanya sebentar, bahkan hanya beberapa menit.

"Kook, yakin kan dirimu. Kau masih bisa bertemu Jimin di suatu saat nanti. Tak perlu sampai seperti ini." lanjut Taehyung.

"Hyungdeul, aku yakin." ucap Jungkook mantap. Ia memasuki bangunan kuno itu dan pergi menemui seseorang di dalamnya.

Terlihat seorang pria tua, menatapnya. "Kau yakin dengan pilihanmu, anak muda? Jalanmu masih panjang." Jungkook mengangguk.

"Saya yakin. Demi bertemu kekasih saya, jika saya harus mengorbankan nyawa demi bertemu dia sekali lagi." ucap Jungkook mantap. Pria tua itu mengangguk sembari memberikan kertas kontrak bahwa ia memegang kata-katanya.

Jungkook pun menandatangani surat kontrak tersebut. "Kau boleh pergi keluar, seseorang menunggumu disana." tanpa berpikir panjang Jungkook segera keluar. Ia menemukan Jimin disana, tersenyum kepadanya dan merentangkan tangannya meminta Jungkook memeluknya.

Taehyung, Namjoon dan Yoongi pun dapat melihat Jimin, tapi mereka tau, itu bukanlah Jimin yang asli, melainkan hanya sosok bayangannya.

Jungkook memeluk -bayangan- Jimin dengan erat. Air matanya mengalir lagi.

"Kookie.."
"Minnie.. Aku ingin mengatakan sesuatu padamu."
"Heum? Katakan saja.."
"Terima kasih atas segala kenangan yang kau berikan, Semua moment indah yang terjadi di antara kita. Baik sedih maupun senang. Aku sangat bahagia dapat mengenal dan bertemu denganmu. Walau ini adalah kesempatan terakhirku bertemu denganmu. Aku sangat menyayangimu. Aku tidak sanggup kehilanganmu. Bahkan, cara ini pun kutempuh agar aku dapat bertemu denganmu. Mengucapkan salam perpisahan. Sekarang, aku baru bisa merelakan hubungan kita berakhir. Selain hubungan kita berakhir, kita juga tidak akan bertemu lagi. Karena, nanti... kita sudah berada di alam berbeda. Lanjutkan hidupmu, jangan lupakan aku." Jungkook memegang pipi Jimin. Perlahan ia mendekatkan wajahnya ke wajah Jimin. Memberi sebuah ciuman hangat untuk terakhir kalinya.

Sebuah ciuman lembut, tanpa nafsu, dan penuh perasaan. Seiring dengan lamanya mereka berciuman, bayangan keduanya pun perlahan menghilang. Hingga akhirnya, bayangan Jimin dan Jungkook pun menghilang. Jungkook telah tenang di alam sana.

Ke-3 temannya menangis melihat kejadian tersebut, dan segera menghubungi Jimin. Mereka bertemu, Taehyung, Namjoon, dan Yoongi menceritakan semua yang terjadi. Jimin shock mendengarnya. Ia menangis sekencang-kencangnya. Ia benar-benar merutuki dirinya.

Tanpa mereka sadari sesosok bayangan yang tak dapat mereka lihat memandang ke arah mereka ber-4. Ialah Jungkook.

"Jiminnie, teruskan hidupmu. Jangan tangisi aku, dan biarkan aku menjadi mimpi terindahmu. Biarkan aku tenang. Jangan kuras air matamu, itu membuatku sakit. Maafkan aku memilih cara ini. Saranghae, Park Jimin..." seiring dengan itu pun bayangan Jungkook menghilang, meninggalkan ke-4 orang yang pernah berarti baginya.


F.I.N

Oke~ akhirnya sudah tamat cerita ini~ author tak kan banyak ngomong. cuman nitip Author Note di bawah nih vvvv

A/N : FF ini ada beberapa scene di ambil dari kisah author di Roleplay World. Endingnya ga true begitu kok. Maafkan alur yang mungkin terlalu cepat atau cerita sulit dipahami. Hanya beberapa orang yang benar-benar bisa mengerti maksud FF ini.

The Last Chance || CHAP 1 || TWOSHOOT FANFIC

Title       : The Last Chance
Author   : Black Ave
Genre     : Romance, Hurt/Comfort, Angst
Cast        : BTS Member
Pair        : KookMin
Rate       : T
Sumarry : Walau tak bisa mengembalikan waktu, selama bisa bertemu denganmu untuk sekali lagi tak apa. Jika perlu mengorbankan nyawaku pun aku akan rela.



~Happy Reading~







~Don't Like Don't Read~









"Pagi Kookieee~" panggil seorang namja bernama Park Jimin. Sedangkan, yang di panggil 'Kookie' masih bergelut dalam selimutnya. Namja itu -Jimin- mempoutkan bibirnya. "Yaa! Kebo! Ayo bangun! Dasar pemalas!" Jimin menatap Jungkook yang masih tertidur sambil berkacak pinggang di dekat Jungkook, sang kekasih yang masih tertidur.

"Berisik sayang. Masih ngantuk tau.." Jungkook membenamkan wajahnya di bantal. Jimin menggoyang-goyangkan tubuh Jungkook. Ia tidak akan menyerah sebelum Jungkook bangun.

"Ayo bangunn~ sudah pagi begini." Jimin semakin kesal melihat Jungkook yang sama sekali tak mengubrisnya. Tiba-tiba..

Grep!

Jimin mengerjapkan matanya. Masih terkejut atas kejadian yang baru saja terjadi. Jungkook tiba-tiba menarik tangannya membuatnya jatuh ke kasur lalu memeluknya seperti sebuah guling. "Temani aku tidur ya." ucap Jungkook. Jimin mempoutkan bibirnya lagi. Ia hanya mengangguk pasrah sembari memeluk Jungkook.

~^The Last Chance^~

Sore pun menjelang. Terlihat sepasang kekasih yang tengah menikmati waktu-waktu bersama mereka. Terlihat keduanya sedang asik di sofa. Bercengkrama, bercanda, menghabiskan waktu bersama-sama hingga larut malam.

"Kookie~ gendoong~" ujar Jimin sambil merentangkan tangannya. Jungkook yang melihat kelakuan Jimin yang kekanakan itu terkekeh pelan. Kemudian Jungkook berjongkok.

"Ayo naik," Jimin pun naik ke punggung Jungkook dan memeluk leher Jungkook. "Mau kemana hm?" tanya Jungkook.

Jimin membuat pose seakan sedang berpikir, ia meletakkan jari telunjuknya di dagu dan memasang mimik wajah layaknya orang berpikir. "Umm... ke hati Kookie~" jawab Jimin dengan wajah polosnya. Sontak hal tersebut membuat Jungkook tertawa. Jimin mempoutkan bibirnya. "Kenapa tertawa?" tanyanya.

"Kalau mau ke hati Kookie kan sudah Minnie." jawab Jungkook. Jimin hanya mengangguk, sepertinya ia berpikir lagi.

"Hum... jinjja jinjja?" tanya Jimin sambil menatap Jungkook. Jungkook mengangguk sambil tersenyum.

"Ne jinjja, Minnie." Jimin tersenyum senang. Lalu memeluk Jungkook serta menyandarkan kepalanya pada bahu Jungkook. Jungkook mengarahkan tangannya untuk mengelus rambut Jimin.

"Kookie, Kookie~ ayo ke kamar saja. Aku mau istirahat." ujar Jimin. Jungkook mengangguk lalu berjalan ke kamar mereka. Jungkook merebahkan Jimin di kasur lalu bergabung berbaring bersama Jimin. Jimin memeluk Jungkook. Jungkook menoleh lalu mengelus punggung Jimin.

"Sudah mau tidur hm?" tanya Jungkook. Jimin menggeleng pelan.

"Masih mau bersama Kookie~"
"Aigoo.. masih ada hari esok sayang."
"Tidak mau. Pokoknya mau sama Kookie.."
"Baiklah, baiklah." Jungkook mencium pucuk kepala Jimin. Keduanya terdiam. Menikmati kesunyian yang mereka ciptakan. Hingga akhirnya Jimin masuk ke dalam alam mimpinya lebih dulu. Jungkook yang melihat hal tersebut tersenyum tipis dan mencium kening Jimin. "Good night, baby. Love you." Jungkook mendekap Jimin dan ke duanya memasuki alam mimpi masing-masing.


~^The Last Chance^~

Begitulah setiap hari rutinitas Jimin dan Jungkook, lebih banyak menghabiskan waktu bersama. Walau Jimin lebih tua 2 tahun dari Jungkook itu bukan lah hal yang mereka permasalahkan. Saat ini Jungkook menduduki kelas 2 SMA. Sedangkan Jimin sudah kuliah dan sebentar lagi akan menuntaskan pendidikannya di jenjang kuliah.

Jimin termasuk murid yang pintar, walau tak jarang juga ia banyak absen dari kelas karena menghabiskan waktu bersama Jungkook. Begitu pula, Jungkook. Tak jarang juga ia melewatkan beberapa hari tanpa masuk sekolah.

Saat ini mereka menghabiskan waktu dengan teman-teman mereka yaitu, Namjoon, Yoongi, Taehyung, Hoseok. Ada pula adik dari Jimin, Hyeri. Keluarga Jimin maupun Jungkook tak ada yang mengetahui hubungan ke duanya. Hubungan mereka termasuk hubungan terlarang. Dan, pasti keluarga mereka tak akan merestuinya.

Tapi, bersyukurlah, adik Jimin, Hyeri masih dapat di andalkan untuk menjaga rahasia kisah cinta keduanya.

"Bagaimana hubungan kalian? Masih aman-aman saja kan?" tanya Namjoon. Jungkook dan Jimin mengangguk sembari menyeruput teh hangat mereka.

"Baguslah, setidaknya keluarga kalian tidak curiga kan?" lanjut Taehyung. Jungkook tersenyum lalu menggeleng.

"Kalian tenang saja, kami tidak apa-apa kok. Hubungan kami baik-baik saja." jawab Jungkook.

"Kau tau, beberapa anak di sekolah sudah tau kau gay, dan well.. mereka menjelek-jelekkanmu. Kau tak takut reputasimu sebagai Primadona Sekolah hancur?" tanya Yoongi.

"Yang memiliki hubungan adalah kami, apa pun kata orang, aku tidak peduli. Karena yang menjalani ini adalah kami, bukan mereka." balas Jungkook, ia menoleh ke arah Jimin yang menunduk sambil tersenyum.

"Aku sangat kagum pada kalian. Kalian hebat, dapat menjalani hubungan seperti ini. Harus backstreet, menyiapkan puluhan bahkan ratusan alasan untuk menyembunyikan hubungan kalian." ujar Hyeri.

Mereka tertawa. Mungkin saat itu mereka bisa bersenang-senang, bahagia, tanpa mengetahui apa hal buruk yang akan menghampiri mereka.


~^The Last Chance^~


Di Kediaman Keluarga Park..


"Hyeri-ya!" panggil sang appa. Hyeri yang baru pulang segera menghampiri appanya.

"Ne appa? Wae? Apa ada masalah?" tanya Hyeri bingung. Sang appa melempar sebuah amplop coklat ke meja.

"Dimana oppamu itu? Dan apa maksud foto-foto itu?" Hyeri bingung, dan ia mengambil amplop tersebut. Sungguh terkejutnya Hyeri melihat isi foto-foto dalam amplop itu. Ia benar-benar merutuki orang yang tega-teganya mengambil foto itu. Hyeri menunduk, ia tak sanggup berkata-kata.

"Hyeri, katakan saja.. kami hanya ingin tau dimana keberaadaan Jimin." ujar sang eomma lembut. Hyeri pun dengan terpaksa memberitatahu tentang Jimn sang kakak, apa yang ia lakukan dan sebagainya.

Mendengar penjelasan Hyeri, appa dan eomma mereka terlihat shock dan terdiam mendengarkan Hyeri. Sang appa hampir saja ingin pergi menemui Jimin dan memarahi sang anak. Mereka tak habis pikir, anak yang mereka banggakan ternyata seorang gay.

"Sudahlah appa, Tenangkan emosimu. Kita selesaikan ini baik-baik. Hyeri, tolong kau temui kakakmu, dan suruh agar ia cepat pulang ya." ujar sang eomma. Hyeri hanya bisa pasrah dan menuruti perintah sang eomma.


~^The Last Chance^~


Ting tong..
Ting tong..

Bunyi bell apartment Jungkook, membuat pemuda itu terpaksa beranjak dari sofa nyamannya dan berjalan menuju pintu untuk menemui sang pengganggu kegiatannya bersama Jimin.

Cklek.

"Loh, Hyeri? Ada apa kemari?" tanya Jungkook yang sedikit terkejut melihat kedatangan Hyeri. Pasalnya, yeoja itu tak akan datang jika bukan karena masalah penting.

"Bolehkah aku menemui Jimin oppa?" balas Hyeri sambil menunduk. Jungkook mempersilahkan Hyeri masuk. Hyeri masuk dan menceritakan kejadian di rumah tadi kepada Jungkook dan Jimin. Ia menangis tersedu-sedu, seakan semua hal ini terjadi karena kesalahannya.

"Hyeri, ini bukan salahmu. Tenang saja. Aku akan menemui appa dan eomma untuk menjelaskannya." Jimin menepuk pundak Hyeri, tersenyum dan memberi harapan pada Hyeri.

"Tidak akan terjadi hal buruk. Kau jangan khawatir ok." Jungkook tersenyum,

Jungkook's POV

Sejujurnya, aku pun khawatir setelah mendengar cerita dari Hyeri. Aku bertanya-tanya, siapa orang yang mengirimkan amplop berisi foto-foto kebersamaanku dan Jimin hyung? Aku tau, sekeras apapun Jimin hyung memohon, aku sudah tau pasti bagaimana akhir dari kisah kami.

Dari sini, aku hanya mampu tersenyum, menunjukkan bahwa semuanya tidak apa-apa. Hanya perlu menutupi rasa sedih yang teramat dalam. Berpura-pura tegar agar mereka tidak khawatir. Karna aku tau, masalah ini sudah menjadi beban pikiran mereka, belum lagi jika aku terlihat sedih. Itu akan menambah beban mereka.

Jungkook's POV End

"...Kook?" panggil Jimin. Jungkook tersadar dari lamunannya, ia menoleh ke arah Jimin.

"Ah, iya? Ada apa Minnie?" tanya Jungkook. Jimin mempoutkan bibirnya.

"Daritadi aku memanggilmu tau. Aku mau pamit pulang ne." Jungkook hanya mengangguk. Jimin mempoutkan bibirnya lagi. "Tidak ingin mengatakan sesuatu? Huh, ya sudah. Bye~" Jimin berjalan ke arah pintu.

Grep!

Jimin maupun Hyeri berhenti. Jimin menoleh dan tersenyum tipis melihat Jungkook memeluknya. Jimin mengelus tangan Jungkook. "Ada apa hm?" tanya Jimin.

"Hati-hati di jalan ne. Apapun yang terjadi nanti terima apa adanya ne. Hubungi aku sebisa dan sesegera mungkin." bisik Jungkook. Jimin membalik badannya. Ia langsung memeluk Jungkook erat. Jimin mengangguk. Perlahan, dengan perasaan tak rela, Jimin melepas pelukannya.

"Aku pulang dulu ya..." pamit Jimin. Jungkook mengangguk dan tersenyum. Ia melambaikan tangan pada Jimin yang telah menghilang di balik pintu apartmentnya.


~^The Last Chance^~


Brak!

"Kau tau tidak apa kesalahanmu, hah?" sambutan yang sangat tidak mengenakkan terdengar dari kediaman keluarga Park. Jimin hanya menunduk dan mengangguk pelan. Bahkan ia tak berani menatap sang appa.

"M-maaf appa.. a-aku.." Jimin menggantungkan kata-katanya. Air matanya hampir saja jatuh dan mengalir di kedua pipinya. Sang eomma berusaha menenangkan Tuan Park yang tengah emosi.

"Sudahlah yeobo. Kau tau kan cinta itu buta, biarkan ia memilih orang yang ia cintai asal ia bahagia. Lagi pula, Jungkookie kan teman baik Jimin sejak kecil. Ia tidak akan menyakiti Jimin." ucap sang eomma bijak.

"Tapi, kenapa harus sesama namja? Banyak yeoja yang bisa ia pilih! Ini benar-benar memalukan! Menjatuhkan nama keluarga kita!" Jimin semakin menundukkan kepalanya. "Mulai besok, kau harus masuk kuliah! Dan ingat! Kau tidak boleh bertemu dengan Jungkook! Setelah kau lulus, appa akan memindahkanmu ke USA. Appa tidak menerima penolakan!" Jimin memberanikan diri menatap sang appa.


T.B.C


~~~~~

Hanya butuh review, saran dan kritik yang membangun '-')b Maaf sudah lama tak post FF disini~ T.T maafkan author, reader-nim~~ *bungkuk* oke lebay -.- Dun be a silent readers pleajeeuuu/?